Surat Cinta di Bulan Ramadhan

Surat Cinta di Bulan Ramadhan

Oleh : Seftiyana Indica Bellyansyah

Lantunan surat yasin terdengar begitu syahdu, dimalam jumat sekaligus malam nisfu sya’ban yang menambah keistimewaan malam hari ini. Malam ini menandakan semakin dekatnya bulan yang penuh berkah bagi umat islam yaitu bulan suci Ramadhan. Tak terasa, seperti baru kemarin kita dipertemukan dengan bulan Ramadhan namun kini bulan tersebut sudah didepan mata. Bulan yang selalu dirindukan oleh sebagian besar umat islam didunia tak terkecuali Indonesia, yang mana umat islam menghuni sebagian besar tanah bumi pertiwi ini.

Banyak sekali kegiatan yang bisa kita lakukan di bulan Ramadhan, bahkan setiap amal baik yang kita lakukan akan dilipatgandakan. Ramadhan merupakan bulan yang sangatt istimewa  bagi umat islam, pasalnya dibulan ini akan banyak kegiatan yang dilakukan dibulan ini diantaranya sarapan lebih awal (sahur), menahan nafsu seharian (makan, minum, marah dll), makan siang dan malam di qodo’(Buka puasa), sholat isyak disambung sholat sunnah banyak rakaat (tarawih) dan masih banyak lagi kegiatan sunnah yang berpahala. Walaupun banyak tapi ini lah yang membuat kita rindu akan bulan Ramadhan.

Bagiku Ramadhan merupakan bulan yang sangatt istimewa, karena di bulan ini aku dipertemukan dengan seseorang yang sangat istimewa, seseorang yang telah mengajariku apa arti cinta, prang yang membuatku mengerti arti kata setia. Kisah ini dimulai dua tahun lalu tepatnya saat aku masih menjadi mahasiswa sekaligus santri di salah satu pondok pesantren mahasiswa yang berada di daerah Universitas Brawijaya. Saat itu aku merupakan mahasiswa semester 4. Setiap bulan Ramadhan selalu ada kegiatan tambahan selain mengaji malam dan pagi, yaitu sholat tarawih, dan tadarus al-qur’an. Saat itu aku dan teman-temanku telah usai tadarusan malam dan akan kembali ke boarding guna beristirahat. Namun di tengah perjalanan aku teringat bahwa ada barangku yang tertinggal ketika aku wudhu di toilet masjid, aku pun segera memberitahu teman-temanku dan berpamitan untuk Kembali ke masjid guna mengambil barang yang sangat berharga tersebut.

Sesampainya di kamar mandi masjid aku menghembuskan nafas lega, bahwa barang tersebut masih ada di dekat keran tempat ku wudhu tadi. Saat aku ingin Kembali menuju boarding, telingaku mendengar suara orang minta tolong, namun suara itu sangat lirih seperti tidak ada tenaga dalam diri orang itu, bulu kudukku seketika berdiri dan jantungku berdegup kencang. Suara tersebut ternyata berasal dari kamar mandi paling ujung, aku pun memberanikan diri untuk mengecek kamar mandi tersebut. Perlahan-lahan aku mendekat, langkah demi langkah diiringi degup jantungku yang semakin menggila. Krekkkkkkkkkk suara pintu kamar mandi terbuka, betapa terkejutnya aku, melihat seorang pria tergeletak tak berdaya dan banyak darah yang keluar dari perutnya. Seketika aku maju melihat kondisi pria tersebut, saat aku mendekati pria itu sempat membuka matanya dan melihat kearahku dengan memberikan isyarat lewat gerakan mulutnya dan mengatakan tolong namun tanpa suara, setelah mengatakan satu kata itu kemudian dia menutup mata.

Aku pun sangat panik saat pria tersebut tak sadarkan diri. Segera aku keluar kamar mandi untuk mencari bantuan, dan yang kulihat pertama kali ialah Ustad Rumi, dengan segera aku pun menghampiri Ustad Rumi, dan menceritakan apa yang barusan aku lihat. Ustad Rumi pun sangat terkejut dan segera meminta bantuan santri putra yang masih ada disekitar masjid untuk melihat kondisi pria tersebut di kamar mandi. Ustad Rumi memerintahkan kedua satri putra tersebut untuk mengangkat tubuh pria tersebut dan dibawa ke kamar tamu yang ada di ndalem.

Setelah sampai di dalem Ustadzah Arina pun tak kalah terkejut melihat pria asing yang berlumuran darah dibawa kerumahnya. Ustad Rumi yang melihat wajah terkejut istrinya pun langsung menjelaskan apa yang terjadi, dan meminta istrinya untuk membantu membersihkan luka yang ada di perut pria tersebut. Ustadzah Arina memintaku untuk segera memngambilkan obat merah. Dengan segera aku mengambilnya dan membantu Ustadzah Arina membersikan luka pria tersebut. Betapa terkejutnya kami melihat luka tembakan yang lumayan dalam. Kami yang ada diruangkan itu pun terkejut, dengan segera Ustad Rumi memerintahkan kang supirnya untuk menyiapkan mobil untuk membawa pria tersebut ke rumah sakit. Aku dan ustadzah tidak diizinkan untuk ikut mengantarkan pria tersebut kerumah sakit karena malam sudah larut.

Keesokan harinya seluruh santri dihebohkan dengan kamar mandi masjid yang berlumuran darah, bahkan teman-teman satu kamarku Diana, Arisa, dan Arumi menginterogasiku terkait kamar mandi itu, karena hanya aku yang kemarin Kembali untuk mengambil barang ku yang tertinggal, mau tidak mau aku harus menceritakan kejadian yang aku lihat semalam. Kejadian itu memang menjadi hot news di pondok saat itu, dimanapun dan kapanpun aku menemui segerombolan santri menceritakan hal tersebut.  Kalian taukan bagaimana cepatnya kabar yang menyebar di pondok pesantren, bahkan kecepatannya mengalahkan kecepatan pembalap internasional.

Sore hari setelah mengaji tabarukan aku diberitahu oleh Mba Mazaya yang merupakan kepercayaan Ustadzah Arina, bahwa aku dipanggil untuk menghadap beliau Ustad Rumi dan Ustadzah Arina. Akupun ke ndalem ditemani Mba Mazaya. Sesampainya di ndalem ternyata Ustad, dan Ustadzah sudah menungguku di ruang tamu. Mereka bertanya kepadaku apakah aku kenal dengan pria tersebut, dan aku menjawab bahwa aku tidak mengenalnya. Ustad dan ustadzah kebingunan, pasalnya tidak ada tanda pengenal yang pria itu bawa sehingga pihak rumah sakit bingung siapa yang, menjadi wali pria tersebut dan siapa yang akan menanggung biaya rumah sakit. Akhirnya ustad dan ustadzah pun memutuskan untuk membantu pria tersebut degan menjadai wali serta menanggung seluruh biaya rumah sakit.

Lima hari kemudian seluruh santri digemparkan dengan kepulangan pria tersebut. Saat itu kami telah selesai ngaji tabarukan sore dan bergegas Kembali ke boarding untuk mempersiapkan buka puasa. Saat itu juga mobil Ustad Rumi memasuki area pondok menuju ndalem dan ternyata beliau bersama pria tersebut. Saat pria tersebut turun dari mobil seketika beberapa pasang mata santri yang sedang berada disekitar ndalem, termasuk aku dan kawan-kawanku melihat ke arahnya, betapa terkejutnya aku saat pria tersebut juga menatap kearahku dengan seulas senyum di bibir pucatnya. Entah mengapa hatiku bergetar melihat senyumnya, seakan-akan dia ingin mengungkapkan sesuatu kepadaku. Taukah kalian, kejadian tersebut disaksikan seluruh santri yang ada disana tak terkecuali ustad dan ustadzah, betapa malunya aku saat itu, ingin rasanya  aku menghilang dari bumi saat itu jugaa.

Ustad rumi menuntun pria tersebut menuju kamar tamu yang ada di ndalem, dan aku pun Kembali melanjutkan perjalanku yang tertunda. Namun aku masih merasa sangat malu, atas kejadian barusan. Saat kupikirkan ternyata pria tersebut cukup tampan. Alis tebal, mata yang tajam, rahang tegas, kulit sawo matang, dan senyum yang menawan. Saat aku memikirkannya hariku bergetar, apakah aku telah jatuh cinta padanya, itu yang menjadi pertanyaan dibenakku. Namun aku segera menangkis pikiran tersebut, dan melanjutkan aktivitasku.

Sudah satu minggu pria tersebut tinggal bersama ustad dan ustadzah, tidak sekalipun pria tersebut memperlihatkan batang hidungnya. Sebenarnya aku sedikit penasaran siapa pria tersebut, tapi apalah dayaku, aku harus menyimpan banyak pertanyaan yang ada dibenakku tentang pria tersebut. Namun siapa sangka saat aku pulang dari ngaji tabarukan pagi mba mazaya menghampiriku sambil tersenyum-senyum, aku bingung ada apa dengan mba mazaya. Sesampainya dihadapanku dia memberiku sepucuk amplop. Aku bertanya apa itu dan dari siapa, mba mazaya hanya menjawab kau akan mengetahuinya, setelah itu dia pergi meninggalkanku.

Sesampainya dikamar aku langsung membuka amplop tersebut, dan ternyata isinya adalah selembar surat. Segera aku membaca surat tersebut

            Untuk Alesha

            Assalamualaikumm,,,,,

Aku tau kau pasti bingung membaca surat ini, dibenakmu pasti banyak pertanyaan dari siapa surat ini? apakah aku mengenal penulis surat ini? bagaimana dia tau namaku? Aku akan menjawab semua pertanyaanmu itu. Pertama aku ingin memberitahumu bahwa  kita pernah bertemu satu tahun lalu, apa kau masih menyimpan jaket hitamku?

Seketika aku menghentikan aktivitas membacaku dan aku teringat akan kejadian satu tahun yang lalu. Saat aku dalam perjalanan kembali ke boarding usai seharian kuliah, aku pulang dengan jalan kaki, dikarenakan jarak dari kampus ke pondok pesantrenku hanya sekitar 5 menit jika jalan kaki, selain menghemat biaya itung-itung olahraga. Saat diperjalanan tiba-tiba air hujan turun, aku pun segera mencari tempat untuk berteduh, tidak jauh dari tempatku berdiri  ternyata ada toko alat music yang kebetulan tutup. Aku pun segera berlari menuju toko itu untuk berteduh, disitu ternyata banyak cowok yang juga berteduh. Disebelah kananku ada segerombolan anak cowok SMA disebelah kiriku ada seorang pria berjaket hitam. Tidak lama kemudian pria berjaket hitam mendekatiku dan memberikan jaketnya kepadaku. Awalnya aku menolak, namun pria tersebut memberikan isyarat dengan matanya. Seketika aku tersadar, aku lupa kalo aku memakai kemeja putih, dan kalian pasti tau apa yang terjadi Ketika memakai kemeja putih dan terkena air hujan.  Aku pun terpaksa menerima jaket hitam itu, untuk menutupi tubuhku. Aku sangatt malu saat itu, karena saat itu hanya aku cewek diantara sekitar 5 cowok yang berteduh disitu.

Setelah mengingat kisah menggelikan itu aku melanjutkan membaca surat misterius itu

Apa kau sudah ingat? Ya aku pria itu. Sejak hari itu aku tidak bisa melupakanmu. Aku selalu menunggu kau pulang kuliah hanya untuk melihatmu. Lewat surat ini aku ingin mengucapkan banyak terimakasih. Karena kau sudah menolongku saat aku tertembak kemarin, semoga allah membalas kebaikanmu, Ustad Rumi, Ustadzah Arina, dan semua orang baik yang sudah merawat dan menolongku. Aku juga ingin mengatakan sesuatu padamu, bahwa aku telah jatuh hati kepadamu Alesha. Aku memang bukan orang baik, bahkan aku buta akan agama allah. Aku memang islam namun aku tidak pernah menjalankan kewajiban sebagai umat islam. Selama seminggu ini aku sadar bahwa aku sudah banyak menyimpang dari agama islam. Aku ingin merubah diriku sha, aku ingin menjadi lebih baik dan memperbaiki kesalahanku. Mungkin cukup sekian yang dapat aku sampaikan Alesha, terimakasih sudah mau membaca surat dari pria buruk ini, aku juga meminta maaf karena telah lancang jatuh hati padamu, aku tidak berharap kau membalas cintaku. Aku sudah lega setelah aku menyatakan perasaanku kepadamu, walau hanya lewat tulisan. Aku pamitt Aleshaa, Jika Allah meridhoi kita akan bertemu lagi.

            Air mata membanjiri pipiku. Aku tidak menyangka ternyata pria itu lah yang selama ini aku cari-cari. Pria berjaket hitam yang telah menyelamatkan kehormatanku, pria yang telah membuat hatiku bergetar walau hanya mengingat kejadian itu. Aku pun segera mengambil jaket hitam yang tersimpan rapi di almari. Aku memeluknya, aku menangis sejadi-jadinya. Aku berdoa Kepada Allah semoga pria itu selalu diberi keselamatan, dan semoga allah meridhoi aku dan dia untuk Bersatu. Di bulan ramadhan ini aku mendapatkan pelajaran bahwa sebaik-baik manusia adalah yang lebih baik dari masa lalunya.

                                                                              -Selesai-

                           

             Salam

 

 Aku yang mencintaimu

 

2 pemikiran pada “Surat Cinta di Bulan Ramadhan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *